METODE “PENEMUAN” HUKUM ISLAM
à Semua
sistem hukum memerlukan tafsir, karena:
- Apa
yang dirumuskan dalam pasal undang-undang kurang atau tidak jelas
- Semula
jelas, namun kasus yang dihadapi telah berkembang jauh lebih kompleks
daripada yangdigambarkan ketika undang-undang itu dibuat
- Masyarakat
telah mengalami perkembangan begitu cepat sehingga banyak hal-hal lain
yang belum terdapat pengaturannya di dalam undang-undang tersebut
à Karena kehidupan manusia tidak terbilang banyaknya,
suatu undang-undang, betatapapun sempurna
dan komplitnya ketika dibuat,
selalu segera setalah diundangkannya akan terasa kurang atau terdapat
ketidakjelasannya
à undang-undang
yang berisis ketentuan umum pada hakekatnya tidak menggambarkan semua
kemungkinan kasus yang akan terjadi, karena:
- undang-undang
tidak menyinggung salah satu kasus
tersebut
- Adakalanya
meningggung, tapi tidak memadai
- Undang-Undang
yang mengatur masalah tersebut kabur.
à Ahli
hukum Islam juga menydari hal ini; “an-nusus mutanahiyah, wa al- waqi’
ghairi mutanahiyah”, sehingga diperlukan ijtihad untuk menemukan hukum itu
dari sumbernya.
à Para
ahli hukum Islam merumuskan tiga metode
penemuan hukum; (1)interpretasi linguistik, (2) metode kausasi, (3) metode
teleologis/maslahah
- Metode
Interpretasi Lingustik
à Ilmu
hukum Islam termasuk ke dalam rumpun bayani, yang didalamnya teks-teks
menempati posisi penting sebagai sumber pengetahuan dan sebagai determinan
pokok. Hal ini berarti, peneyelidikan untuk menemukan hukum juga berarti
peneyeldikan terhadap teks-teks.
à Ilmu
bahasan menjadi sangat penting dan kaidah-kaidah kebahasaan menjadi sumber
material yang membentuk kaidah-kaidah penemuan hukum melalui interpretasi
bahasa
à Ilmu
usul fiqih sebagian diturunkan dari ilmu bahasa arab, tanpa penguasaan
terhadapnya tidak mungkin orang menguasai usul fiqih secara meyakinkanàpengetahuan
tentang hukum tidak dungkinkan tanpa pengetahuan yang cukup tentang Bahasa
Arab. Hukum dijelmakan dalam teks, dan pentahuan tentang isi teks tersebut
didasarkan pada pengetahuan tentang bahasa teks itu
à Interpretasi
linguistik; penjelasan mengenai makna dan cara-cara teks menunjuk kepada hukum
yang dimaksud. Objek kajian metode ini adalah lafal-lafal syariah dalam
kaitannya dengan signifikasi yang ditunjukkannya. Tujuannya adalah menjelaskan
teks-teks syariah dan cara menentukan cakupan (scope) maknanya sehingga dapat
diketahui maksud Syari’ tentang mana kasus yang hendak dimasukkan atau tidak
dimasukkan ke dalam teks
à Kajian
metode ini menyangkut dua aspek:
- Aspek
teoretis; asal-usul bahasa, analogi bahasa, perubahan makna kata
- Kajian
terapan; cara bekerjanya Bahasa Arab (bahasa AQ-H) yang dilihat
berdasarkan teori-teori yang dikembangkan oleh kajian teoretis
à Dalam kajian terapan ini, lafal syariah
dikelompokkan ke dalam empat sudut kajian:
- Lafal
dikaji dari segi jelas tidaknya. Menurut hanafiah, lafal dari segi ini
terbagi pada: zahir, nass (eksplisit), mufassar (terurai, rinci), muhkam
(final), serta khafi (samar), musykil (problematik), mujmal (global) dan
mutasyabih (tidak tedas). Menurut mutakallimin,syafi’iyyah: zahir dan nassà
lafal jelas, mujmal/mutasyabih (tak tedas)àtidak
jelas
- Lafal
dikaji dari segi penujukan terhadap makna yang dimaksud yakni hukum syar’I
yang diakndungnya.
-menurut metode hanafiah/fuqaha: dalalah ibarah (tersurat),
dalalah isyarah (isyarat), dalalah ad-dalalah (analog), dalalah iqtida`
(sisipan)
-menurut syafi’iyah; membaginya menjadi dua, mantuq dan
mafhum. Mantuq terbagi dua, (1)mantuq sarih: dalalah ibarah, (2)mantuq gairu
sarih: dalalah ima’, isyarah iqtida`. Mafhum: Mafhum muwafaqah dan
mukhalafah
c. Lafal dikaji dari segi luas atau sempitnya cakupan makna;
amm, khass, mutlaq (tanpa kualifikasi), muqayyad (dengan kualifikasi),
musytarak (ganda), muradif (sinonim), hakiki dan majazi
d. Lafal dikaji dari segi formula/bentuk perintah hukum
(taklif); amar, nahi dan takhyir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar