Rabu, 12 April 2017

HADITS TENTANG AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN KERJA KERAS

 HADITS TENTANG
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN KERJA KERAS



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Manusia terkadang lupa diri, tidak ingat tujuan hidup dan hendak kemana setelah malaikat menjemput nanti. Akibatnya, mereka berbuat sesuka hati tanpa terkendali. Tidak dapat membedakan mana perbuatan baik  yang harus dilakukan dan perbuatan buruk yang harus dihindari. Perbuatan ini dapat dihindari atau dikurangi jika ada sekelompok orang yang melakukan amar ma;ruf dan nahi munkar.
Pada masa kini dunia telah semakin tua, dimana banyak sekali bencana-bencana yang melanda dunia ini, khususnya di Indonesia. Dan bencana yang terdahsyat baru-baru ini adalah merapi dan mentawai. Dimana banyak sekali korban-korban yang berjatuhan. Namun ironisnya, masih banyak yang tidak sadar dengan teguran yang Allah swt berikan kepada kita. Mereka semua masih melakukan kemaksiatan,perbuatan tercela, dan meninggalkan perintah Allah.
Kita yang sadar akan peristiwa itu, haruslah lebih meningkatkan diri dalam mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Yaitu dengan beramar ma’ruh nahi munkar. Dan untuk melakukan itu kita harus bekerja keras untuk mendapatkan pahala dari Allah dan menghindarkan diri kita dari perbuatan tercela atau yang di larang oleh Allah swt.
Di dalam makalah ini, kami akan membahas hadits tentang amar ma’ruh nahi munkar dan bekerja keras. Untuk mengetahui lebih dalam dapat dilihat dalam bab berikutnya.
B.   Perumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan masalah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi Hadits tentang amar ma’ruf nahi mungkar
2). Mengidentifikasi Hadits tentang Bekerja keras

C.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam membahas masalah ini adalah :
1). Menyebutkan contoh Hadits tentang Amar ma’ruf nahi mungkar dan Hadits
      tentang Kerja keras
2). Menjelaskan Hadits tentang Amar Ma’ruf nahi mungkar dan hadits tentang
             Kerja keras.

D.   Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil dari media massa/internet.






















BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits tentang Amar ma’ruf  Nahi munkar
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم]
Terjemah hadits /ترجمة الحديث  :
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman (Riwayat Muslim).
Pelajaran yang terdapat di ambil dalam hadits
1.  Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut   
     dalam ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2.  Ridho terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
3.  Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4.  Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan
     buahnya keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran
    dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari hadits ini adalah: Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati) sesuatu yang dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin itu melakukannya, akan tetapi mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari keimanan, bukanlah maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak mengingkari hal itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Tidaklah ada sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan yang wajib atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala ia yang lebih mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib atas yang kedua lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang terakhir, maka dengan demikian diketahui bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan yang wajib atas mereka sesuai dengan kemampuannya beserta sampainya khitab (perintah) kepada mereka.” (Majmu’ Fatawa, 7/427)
Hadits dan perkataan Syaikhul Islam di atas menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
1.      Mengingkari dengan tangan.
2.      Mengingkari dengan lisan.
3.      Mengingkari dengan hati.
Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.
Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
Hadits ke-2 :
عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وماأمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم  [رواه البخاري و مسلم]  
Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)" [Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337]
Penjelasan hadits :
Perintah dan Larangan
Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.
Amar ma’ruf dan nahi munkar sangat besar pengaruhnya bagi ketentraman hidup manusia, baik untuk individu maupun masyarakat. Maka dari itu Al-qur’an menyebutkan bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupaka salah satu kewajiban umat islam yang merupakan umat terbaik.
Sebaliknya, orang yang tidak peduli dengan perbuatan saudaranya sesama muslim, bahkan mengajak untuk melakukan perbuatan yang di larang syara’ atau merasa senang jika melihat saudaranya terjerumus dalam perbuatan tercela yang dilarang islam, dan dipandang buruk yang merintangi mereka dalam berbuat kebaikan,maka orang – orang tersebut termasuk golongan orang yang munafik.dan mereka yangbtidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar sangat dicela dan dianggap telah berbuat kejelakan walaupun mereka sendiri tidak melakukannya.
Akan tetapi, dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang tidak perlu memaksakan diri, misalnya dengan cara – cara tertentu yang bersifat memaksa sehingga mengakibatkan dirinya celaka. Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan perintah Allah yang harus dijalankan, namun masalah menurut atau tidaknya orang yang diperintah, diserahkan sepenuhnya kepada Allah swt. Karena hanya Dia – lah yang berkuasa  menjadikan seseorang mendapat hidayah atau tidak.
Terdapat beberapa cara dalam mencegah adanya kemunkaran, yaitu sebagai berikut:
a.         Adanya kekuasaan yang bijaksana bagi para penguasa.
b.        Adanya nasehat bagi para ulama, kaum cerdik pandai, juru dakwah, dan lain-
  lain.
            c.     Adanya rasa kebencian didalam hati untuk melakukan perbuatan maksiat bagi   
                    masyarakat umum.
Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemunkaran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang harus berusaha melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan usaha-usaha tersebut adalah :
a.       Berilmu sesuai dengan kemampuan dan bidangnya.
b.      Ikhlas semata mencari ridho Allah swt.
c.       Menggunakan metode yang baik dalam kehidupan.
d.      Sabar dan tenang dalam menghadapi ujian dari Allah swt.
e.       Melakukan hal – hal yang diperintahkan(menjaga ucapan dan perbuatan)agar terhindar dari ejekan masyarakat dan ancaman Allah swt.
B. Hadits tentang Kerja keras
عن سالم بن عبداللّه بن عمرعن ابيه عبد اللّه بن عمرعن عمررضى اللّه عنهم قال : كان رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم يعطينى العطاءفاقول : اعطه من هوافقراليه منّى ، فقال : خذه ، اذاجاءك من هذاالمال شيءوانت غيرمشرف ولاساءل فخذه فتموّله ، فإن شءت كله ، وان شءت تصدّق به ، ومالافلاتنبعه نفسك ، قال : سالم : فكان عبداللّه لايسأل احداشيءاولايردّشيءااعطيه
Dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari Umar ra., ia berkata : "Rasulullah saw. memberi bagian dari sedekah kepada saya, tetapi saya menolaknya dan saya katakan : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang-orang yang lebih membutuhkan." Beliau bersabda : "Terimalah, apabila harta itu mendatangimu, sedangkan kamu tidak mengharap-harapkan dan meminta, kemudian terserah kamu, boleh kamu makan atau kamu sedekahkan. Dan yang tidak datang kepadamu, janganlah kamu menuruti hawa nafsumu untuk mendapatkannya !" Salim berkata : "Setelah itu, Abdullah tidak pernah meminta sesuatu pun kepada orang lain dan tidak pernah menolak pemberian." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan dinilai sebagai keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di dalam Islam. Serta dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah. Sabda Nabi Saw Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabillah(Ahmad)
Islam sangat mencela orang yang mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat, akan tetapi orang teresebut tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya dengan cara meminta-minta. Orang yang suka meminta-minta selain telah merendahkan dirinya, mereka pun secara tidak langsung telah merendahkan ajaran agamanya  yang melarang keras perbuatan tersebut.
Nabi selalu berusaha mendorong dan mengajak kepada orang yang memiliki kekuatan untuk mencari rizki, berusaha untuk bekerja apa saja yang penting halal. Walaupun pekerjaan itu mungkin hina dalam pandangan manusia. Seperti dicontohkan dalam hadist, yaitu: pencari kayu. Tentu saja hasilnya tidak begitu besar, namun pekerjaan itu lebih mulia dibandingkan dengan para pengemis atau orang yang biasa menggantungkan hidupnya pada orang lain, yang mungkin mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Kewajiban berusaha bagi manusia dimaksudkan agar manusia bisa menghargai dirinya,sehingga mereka dapat memperoleh kemuliaan yang pada akhirnya mengantarkannya kepada kebahagiaan hidup. Hal ini berbeda dengan para benalu atau orang yang menggantungkan dirinya kepada orang lain.selain dicemooh, mereka juga akan menerima akibatnya di akhirat nanti.
Bekerja adalah ibadah, karena mereka menjalankan perintah Allah swt. Sedangkan rizki adalah urusan Allah swt. Oleh karena itu berapapun rizki yang telah diperoleh seseorang, harus diterima dengan hati yang ikhlas dan bersyukur.
Adapun mengenai keutamaan bekerja dan keutamaan orang yang giat bekerja keras dijelaskan juga dalam beberapa hadits, yakni sebagai berikut:
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu
makan dan hasil usahanya”.
(HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Apabila kamu selesai shalat fajar (shubuh), maka janganlah kamu tidur meninggalkan rejekimu”. (HR. Thabrani)
”Berpagi-pagilah dalam mencari rejeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu penuh dengan berkah dan keherhasilan.” (HR. Thabrani dan Barra’)
“Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam mencari  rejeki yang halal”. (HR. Dailami)
“Sebaik-baik nafkah adalah nafkah pekerja yang halal.” (HR. Ahmad)
“Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan berusaha”.   (HR. Thabrani dan Baihaqi dari lbnu ‘Umar)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan  pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Ada satu hadits yang sangat menarik, yang meriwayatkan bahwa, pada suatu ketika Rasulullah SAW mengangkat dan mencium tangan seorang lelaki yang sedang bekerja keras. Lantas beliau bersabda: “Bekerja keras dalam usaha mencari nafkah yang halal adalah wajib bagi setiap musalim dan muslimah”.
Semua hadist yang disebutkan di atas bermakna memotivasi, memberi dorongan dan semangat kepada kaum Muslimin untuk giat bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, agar tidak menjadi hina lantaran membebani orang lain dengan menjadi parasit.
Orang mukmin yang kuat, baik dalam keimanan, badan sehat,kekayaan, dan lain -lain, lebih baik dan lebih dicintai Allah swt dari pada mukmin yang lemah. Untuk menjadi mukmin yang kuat, maka orang mukmin harus berusaha mengenali sebab – sebab kelemahan, kebodohan, dan keterbelakangan yang melanda umat islam sekarang ini. Adanya kesenjangan antara ajaran agama yang mulia ini dengan realita umat sekarng ini tidak terlepas dari kemungkinan-kemungkinan berikut ini:
1)            Kurang serius dalam menjalankan ajaran – ajaran agama;tidak ada kesamaan ucapan danperbuatan.misalnya: di waktu sholat mengucapkan Allahu akbar, di luar sholat Allah nomor sekian. Di waktu sholat mengucapkan iyyaka na’budu, di luar sholat menjadi budak nafsu dan setan.
2)            Adanya kesalahan- kesalahan dalam memahami istilah – istilah dalam ajaran agama.seperti: makna sabar, qana’ah, zuhud, takdir, dan tawkkal. Sehingga pada berikutnya membawa umat untuk bersikap pasif terhadap kehidupan di dunia ini, dan menjadi umat terbelakang.
Di dalam hadist nabi di atas, mendorong setiap umat mukmin untuk berusaha menjadi kaya dengan rajin bekerja dan ikhtiar serta tidak mudah putus asa. Juga tidak kalah pentingnya, penguasaan sains dan teknologi, sebagaimana semangat dari wahyu nabi yang pertama. Setelah berusaha dengan baik, seoran mukmin harus bertawkkal dan berdoa kepda Allah swt. Karena Dia-lah yang berperan dalam menentukan sesuatu. Sedangkan manusia hanyalah berikhtiar.
Jika mendapat musibah, orang mukmin tidak boleh berkata “kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu”, akan tetapi hendaknya berkata “Allah telah menetukan dan meghendaki hal ini”. Karena pernyataan “kalau” berarti mendahului kehendak Allah dan termasuk salah satu perbuatan yang tercela.







BAB III
KESIMPULAN

v  Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah ibadah yang sangat mulia, dan sebagaimana yang dimaklumi bahwa suatu ibadah tidak akan diterima oleh Allah kecuali apabila ikhlas kepada-Nya dan sebagai amal yang saleh, suatu amalan tidak akan mungkin menjadi amal saleh kecuali apabila berlandaskan ilmu yang benar. Karena seseorang yang beribadah tanpa ilmu maka ia lebih banyak merusak daripada memperbaiki, karena ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.
v  Karakteristik orang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar :
1.  Berilmu.
        2.  Lemah lembut dan penyantun
        3.  Sabar.

v  “Imal lidunyaaka kaannaka taisyu abadan wa mal liaakhirootika kaannaka tamuutu godan”(H.RibnuAsakir)
yang artinya” Berusahalah untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya.
Dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi”.
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa kita diperintahkan bekerja di dunia dengan sungguh-sungguh dan terus menerus tanpa lelah akan tetapi harus diimbangi dengan beramal di dunia sebanyak-banyaknya karena manusia hidup di dunia itu tidak akan selamanya.









DAFTAR PUSTAKA

Almath Faiz Muhammad Prof, 1100 Hadits Terpilih. Jakarta : GEMA INSANI PRESS,1974.
Nawawi Imam Syaikh, Hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah, Surabaya : Aliyah Yasmin Press, 2009.
Yahya, Imam Abu Zakaria, Tarjamah Riadhus Shalihin I, Bandung : Alma’arif, 1987.
 http: // www.muslim.or.id.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Anak dalam Perspektif Al Qur'an

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Anak dalam perspektif Islam merupakan rahmat dari Allah yang diberikan kepada orang tua, d...