HADITS TENTANG
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR DAN KERJA KERAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia terkadang lupa diri,
tidak ingat tujuan hidup dan hendak kemana setelah malaikat menjemput nanti. Akibatnya, mereka berbuat sesuka hati
tanpa terkendali. Tidak dapat membedakan mana perbuatan baik yang harus dilakukan dan perbuatan buruk yang
harus dihindari. Perbuatan ini dapat dihindari atau dikurangi jika ada
sekelompok orang yang melakukan amar ma;ruf dan nahi munkar.
Pada masa kini dunia telah semakin tua, dimana banyak sekali
bencana-bencana yang
melanda dunia ini, khususnya di Indonesia .
Dan bencana yang terdahsyat baru-baru ini adalah merapi dan mentawai. Dimana banyak sekali
korban-korban yang
berjatuhan. Namun ironisnya, masih banyak yang tidak sadar dengan teguran yang
Allah swt berikan kepada kita. Mereka semua masih melakukan
kemaksiatan,perbuatan tercela, dan meninggalkan perintah Allah.
Kita yang sadar akan peristiwa itu, haruslah lebih
meningkatkan diri dalam mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Yaitu dengan
beramar ma’ruh nahi munkar. Dan untuk melakukan itu kita harus bekerja keras
untuk mendapatkan pahala dari Allah dan menghindarkan diri kita dari perbuatan
tercela atau yang di larang oleh Allah swt.
Di dalam makalah ini,
kami akan membahas hadits tentang amar ma’ruh nahi munkar dan bekerja keras. Untuk
mengetahui lebih dalam dapat dilihat dalam bab berikutnya.
B.
Perumusan Masalah
Agar tidak
terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka saya merumuskan
masalah sebagai berikut:
1). Mengidentifikasi Hadits tentang amar ma’ruf nahi
mungkar
2). Mengidentifikasi Hadits tentang Bekerja keras
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
penulisan dalam membahas masalah ini adalah :
1). Menyebutkan contoh Hadits tentang Amar ma’ruf nahi
mungkar dan Hadits
tentang Kerja
keras
2). Menjelaskan Hadits tentang Amar Ma’ruf nahi mungkar
dan hadits tentang
Kerja keras.
D. Metode
Penulisan
Metode yang
digunakan adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi
yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia,
tidak lupa juga penulis ambil dari media massa/internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits tentang Amar ma’ruf Nahi munkar
عَنْ أَبِي سَعِيْد
الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى
مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ
اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم]
Terjemah hadits /ترجمة الحديث :
Dari Abu Sa’id
Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan
tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu
maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman (Riwayat
Muslim).
Pelajaran yang
terdapat di ambil dalam hadits
1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak
kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut
dalam ajaran Islam atas setiap muslim
sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridho terhadap
kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
3. Sabar menanggung kesulitan dan
amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah dari iman, maka
menyingkirkan kemunkaran juga merupakan
buahnya keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan
kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran
dengan tangan dan lisan
berdasarkan kemampuannya.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari hadits ini adalah:
Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati) sesuatu yang
dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin itu melakukannya, akan
tetapi mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari keimanan, bukanlah
maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak mengingkari hal itu dia tidak memiliki
keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah bersabda, “Tidaklah ada
sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman tiga tingkatan,
masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan yang wajib atasnya,
akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan) tatkala ia yang lebih
mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih sempurna dari apa yang
wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan apa yang wajib atas yang
kedua lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang terakhir, maka dengan
demikian diketahui bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam keimanan yang wajib
atas mereka sesuai dengan kemampuannya beserta sampainya khitab (perintah)
kepada mereka.” (Majmu’ Fatawa, 7/427)
Hadits dan perkataan Syaikhul Islam di atas
menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan karakter seorang yang
beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
1. Mengingkari dengan tangan.
2. Mengingkari dengan lisan.
3. Mengingkari dengan hati.
Tingkatan pertama dan
kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana yang
dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat suatu
kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu melakukannya,
seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri,
anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan
senjata.
Adapun dengan lisan seperti memberikan nasihat yang
merupakan hak di antara sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf
dan nahi mungkar itu sendiri, dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada
kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
Hadits ke-2 :
عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت
رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وماأمرتكم به فأتوا منه
ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم [رواه البخاري و
مسلم]
Dari Abu
Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar
Rasulullah bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya,
hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka
lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum
kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau
taat dan patuh)" [Bukhari no.
7288, Muslim no. 1337]
Penjelasan hadits :
Perintah dan
Larangan
Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi
dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan
ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait
dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan
dari hukum asalnya.
Melaksanakan perintah terikat dengan
kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit
dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan
perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga
meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.
Sebab Kehancuran
Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.
Amar ma’ruf
dan nahi munkar sangat besar pengaruhnya bagi ketentraman hidup manusia, baik
untuk individu maupun masyarakat. Maka dari itu Al-qur’an menyebutkan bahwa amar ma’ruf
dan nahi munkar merupaka salah satu kewajiban umat islam yang merupakan umat terbaik.
Sebaliknya, orang yang tidak peduli dengan perbuatan
saudaranya sesama muslim, bahkan mengajak untuk melakukan perbuatan yang di
larang syara’ atau merasa senang jika melihat saudaranya terjerumus dalam
perbuatan tercela yang dilarang islam, dan dipandang buruk yang merintangi
mereka dalam berbuat kebaikan,maka orang – orang tersebut termasuk golongan
orang yang munafik.dan mereka yangbtidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi
munkar sangat dicela dan dianggap telah berbuat kejelakan walaupun mereka sendiri
tidak melakukannya.
Akan tetapi, dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar,
seseorang tidak perlu memaksakan diri, misalnya dengan cara – cara tertentu
yang bersifat memaksa sehingga mengakibatkan dirinya celaka. Amar ma’ruf dan
nahi munkar merupakan perintah Allah yang harus dijalankan, namun masalah
menurut atau tidaknya orang yang diperintah, diserahkan sepenuhnya kepada Allah
swt. Karena hanya Dia – lah yang berkuasa
menjadikan seseorang mendapat hidayah atau tidak.
Terdapat beberapa cara dalam mencegah adanya kemunkaran,
yaitu sebagai berikut:
a. Adanya kekuasaan yang bijaksana bagi para
penguasa.
b. Adanya nasehat bagi para ulama, kaum cerdik
pandai, juru dakwah, dan lain-
lain.
c.
Adanya rasa kebencian didalam hati untuk melakukan perbuatan
maksiat bagi
masyarakat umum.
Setiap orang memiliki kedudukan dan kekuatan sendiri-sendiri untuk mencegah kemunkaran.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang harus berusaha melaksanakan amar ma’ruf
dan nahi munkar, dan usaha-usaha tersebut adalah :
a. Berilmu sesuai dengan kemampuan dan
bidangnya.
b. Ikhlas semata mencari ridho Allah
swt.
c. Menggunakan metode yang baik dalam
kehidupan.
d. Sabar dan tenang dalam menghadapi
ujian dari Allah swt.
e. Melakukan hal – hal yang
diperintahkan(menjaga ucapan dan perbuatan)agar terhindar dari ejekan
masyarakat dan ancaman Allah swt.
B. Hadits
tentang Kerja keras
عن سالم بن عبداللّه بن عمرعن
ابيه عبد اللّه بن عمرعن عمررضى اللّه عنهم قال : كان رسول اللّه صلّى اللّه عليه
وسلّم يعطينى العطاءفاقول : اعطه من هوافقراليه منّى ، فقال : خذه ، اذاجاءك من
هذاالمال شيءوانت غيرمشرف ولاساءل فخذه فتموّله ، فإن شءت كله ، وان شءت تصدّق به
، ومالافلاتنبعه نفسك ، قال : سالم : فكان عبداللّه لايسأل
احداشيءاولايردّشيءااعطيه
Dari Salim bin Abdullah bin
Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari Umar ra., ia berkata :
"Rasulullah saw. memberi bagian dari sedekah kepada saya, tetapi saya menolaknya
dan saya katakan : "Wahai Rasulullah, berikanlah kepada orang-orang yang
lebih membutuhkan." Beliau bersabda : "Terimalah, apabila harta itu
mendatangimu, sedangkan kamu tidak mengharap-harapkan dan meminta, kemudian
terserah kamu, boleh kamu makan atau kamu sedekahkan. Dan yang tidak datang
kepadamu, janganlah kamu menuruti hawa nafsumu untuk mendapatkannya !"
Salim berkata : "Setelah itu, Abdullah tidak pernah meminta sesuatu pun
kepada orang lain dan tidak pernah menolak pemberian." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dalam
Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan, dan kemalasan dinilai sebagai
keburukan. Bekerja mendapat tempat yang terhormat di dalam Islam. Serta dalam pandangan
Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa bekerja
adalah jihad fi sabilillah. Sabda Nabi Saw “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah
mujahid fi Sabillah”(Ahmad)
Islam sangat mencela orang yang
mampu untuk berusaha dan memiliki badan yang sehat, akan tetapi orang teresebut
tidak mau berusaha, melainkan hanya menggantungkan hidupnya pada orang lain. Misalnya dengan cara meminta-minta. Orang yang suka meminta-minta selain telah merendahkan
dirinya, mereka pun secara tidak langsung telah merendahkan ajaran
agamanya yang melarang keras perbuatan
tersebut.
Nabi selalu berusaha mendorong dan mengajak kepada orang yang
memiliki kekuatan untuk mencari rizki, berusaha untuk bekerja apa saja yang
penting halal. Walaupun pekerjaan itu mungkin hina dalam pandangan manusia. Seperti dicontohkan dalam hadist, yaitu:
pencari kayu. Tentu saja hasilnya tidak begitu besar, namun pekerjaan itu lebih
mulia dibandingkan dengan para pengemis atau orang yang biasa menggantungkan
hidupnya pada orang lain, yang mungkin mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Kewajiban berusaha bagi manusia
dimaksudkan agar manusia bisa menghargai dirinya,sehingga mereka dapat
memperoleh kemuliaan yang pada akhirnya mengantarkannya kepada kebahagiaan
hidup. Hal ini berbeda
dengan para benalu atau orang yang menggantungkan dirinya kepada orang lain.selain
dicemooh, mereka juga akan menerima akibatnya di akhirat nanti.
Bekerja adalah ibadah, karena mereka menjalankan perintah
Allah swt. Sedangkan rizki adalah urusan Allah swt. Oleh karena itu berapapun
rizki yang telah diperoleh seseorang, harus diterima dengan hati yang ikhlas
dan bersyukur.
Adapun mengenai
keutamaan bekerja dan keutamaan orang yang giat bekerja keras dijelaskan juga
dalam beberapa hadits, yakni sebagai berikut:
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal,
malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia
diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan,
selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu
makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan
puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat
menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari
nafkah.” (HR. Bukhari)
”Apabila kamu selesai shalat fajar (shubuh), maka janganlah kamu tidur
meninggalkan rejekimu”. (HR. Thabrani)
”Berpagi-pagilah dalam mencari rejeki dan kebutuhan, karena pagi hari itu
penuh dengan berkah dan keherhasilan.” (HR. Thabrani dan
Barra’)
“Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam
mencari rejeki yang halal”.
(HR. Dailami)
“Sebaik-baik nafkah adalah nafkah pekerja yang halal.”
(HR. Ahmad)
“Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan
berusaha”. (HR. Thabrani dan Baihaqi
dari lbnu ‘Umar)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama
dengan pejuang dijaIan Allah
‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Ada satu hadits yang sangat menarik, yang meriwayatkan bahwa, pada suatu
ketika Rasulullah SAW mengangkat dan mencium tangan seorang lelaki yang sedang
bekerja keras. Lantas beliau bersabda: “Bekerja keras dalam usaha mencari
nafkah yang halal adalah wajib bagi setiap musalim dan muslimah”.
Semua hadist yang disebutkan di atas
bermakna memotivasi, memberi dorongan dan semangat kepada kaum Muslimin untuk
giat bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, agar tidak
menjadi hina lantaran membebani orang lain dengan menjadi parasit.
Orang mukmin yang kuat, baik dalam keimanan, badan sehat,kekayaan, dan lain -lain, lebih baik dan lebih dicintai
Allah swt dari pada mukmin yang lemah. Untuk menjadi mukmin yang kuat, maka
orang mukmin harus berusaha mengenali sebab – sebab kelemahan, kebodohan, dan
keterbelakangan yang melanda umat islam sekarang ini. Adanya kesenjangan antara
ajaran agama yang mulia ini dengan realita umat sekarng ini tidak terlepas dari
kemungkinan-kemungkinan
berikut ini:
1)
Kurang
serius dalam menjalankan ajaran – ajaran agama;tidak ada kesamaan ucapan
danperbuatan.misalnya: di waktu sholat mengucapkan Allahu akbar, di luar sholat
Allah nomor sekian. Di waktu sholat mengucapkan iyyaka na’budu, di luar sholat
menjadi budak nafsu dan setan.
2)
Adanya
kesalahan- kesalahan
dalam memahami istilah – istilah dalam ajaran agama.seperti: makna sabar,
qana’ah, zuhud, takdir, dan tawkkal. Sehingga pada berikutnya membawa umat
untuk bersikap pasif terhadap kehidupan di dunia ini, dan menjadi umat
terbelakang.
Di dalam hadist nabi di atas, mendorong setiap umat mukmin
untuk berusaha menjadi kaya dengan rajin bekerja dan ikhtiar serta tidak mudah putus asa. Juga tidak kalah pentingnya,
penguasaan sains dan teknologi, sebagaimana semangat dari wahyu nabi yang
pertama. Setelah berusaha dengan baik, seoran mukmin harus bertawkkal dan berdoa
kepda Allah swt. Karena Dia-lah yang berperan dalam menentukan sesuatu. Sedangkan manusia
hanyalah berikhtiar.
Jika mendapat musibah,
orang mukmin tidak boleh berkata “kalau aku berbuat begini, pasti begini dan
begitu”, akan tetapi hendaknya berkata “Allah telah menetukan dan meghendaki
hal ini”. Karena pernyataan “kalau” berarti mendahului kehendak Allah dan
termasuk salah satu perbuatan yang tercela.
BAB III
KESIMPULAN
v Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah ibadah yang
sangat mulia, dan sebagaimana yang dimaklumi bahwa suatu ibadah tidak akan
diterima oleh Allah kecuali apabila ikhlas kepada-Nya dan sebagai amal yang
saleh, suatu amalan tidak akan mungkin menjadi amal saleh kecuali apabila
berlandaskan ilmu yang benar. Karena seseorang yang beribadah
tanpa ilmu maka ia lebih banyak merusak daripada memperbaiki, karena ilmu
adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.
v Karakteristik orang yang beramar ma’ruf dan nahi mungkar :
1. Berilmu.
2.
Lemah lembut dan penyantun
3.
Sabar.
v “Imal lidunyaaka kaannaka taisyu abadan wa mal
liaakhirootika kaannaka tamuutu godan”(H.RibnuAsakir)
yang artinya” Berusahalah untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi”.
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa kita diperintahkan bekerja di dunia dengan sungguh-sungguh dan terus menerus tanpa lelah akan tetapi harus diimbangi dengan beramal di dunia sebanyak-banyaknya karena manusia hidup di dunia itu tidak akan selamanya.
yang artinya” Berusahalah untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok pagi”.
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa kita diperintahkan bekerja di dunia dengan sungguh-sungguh dan terus menerus tanpa lelah akan tetapi harus diimbangi dengan beramal di dunia sebanyak-banyaknya karena manusia hidup di dunia itu tidak akan selamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Almath Faiz Muhammad Prof, 1100 Hadits Terpilih. Jakarta
: GEMA INSANI PRESS,1974.
Nawawi Imam Syaikh, Hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah,
Surabaya : Aliyah Yasmin Press, 2009.
Yahya, Imam Abu Zakaria, Tarjamah Riadhus Shalihin I,
Bandung : Alma’arif, 1987.
http: // www.muslim.or.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar