HUKUM TRANSPLATASI ORGAN TUBUH
BAB II
PEMBAHASAN
Transplantasi adalah pemindahan
organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ
tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik. Pencangkokan organ
tubuh yang menjadi pembicaraan pada saat ini adalah: mata, ginjal, dan jantung,
karena ketiga organ tubuh tersebut
sangat penting fungsinya untuk manusia, terutama sekali ginjal dan
jantung. Bahkan saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh selain
dari tiga organ tubuh tadi.
Orang yang anggota
tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang
menerima disebut repisien.
Cara ini merupakan solusi
bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan
prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya. Ditinjau dari segi
kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:
A. Donor
Orang yang Masih Hidup
Orang
yang masih hidup sehat, ada juga yang mau menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang yang memerlukan,
umpamanya karena hubungan keluarga. Si kakak tidak tega melihat adiknya karena
ginjalnya tidak berfungsi lagi dan tipis harapan untuk sembuh dengan cara
pengobatan. Atau misalnya ada orang yang mau mengorbankan organ tubuhnya,
dengan harapan ada imbalan dari orang yang memerlukan, semua itu dilakukan
karena dihimpit kebutuhan hidup.
Dalam
melakukan transplantasi harus ada hal-hal yang perlu diperhatikan, karena jika
tidak hati-hati bisa berbahaya bagi donor maupun resipien (penerima).
Pertama yang
perlu diperhatikan, adalah kecocokan organ tubuh antara donor dan resipien.
Percuma saja diangkat dari donor tetapi tidak cocok untuk resipien dan bila
dikembalikan lagi, belum tentu fungsinya sama seperti semula.
Kedua, perlu
diperhatikan pula kesehatan si donor, baik sebelum diangkat organ tubuhnya
maupun sesudahnya. Keinginan menolong orang lain merupakan perbuatan yang
terpuji, tetapi jangan sampai mencelakakan diri sendiri. Berkenaan dengan hal
ini Allah memberikan petunjuk dengan firmannyA
195., ….dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, …(al-Baqarah: 195)
Ayat
diatas mengingatkan manusia, jangan terlalu gegabah dan ceroboh dalam melakukan
sesuatu, apalagi sesuatu perbuaatan yang banyak menanggung resiko. Umpamanya,
seseorang ingin memberikan ginjalnya karena
alasan-alasan telah disebutkan di atas.
Mungkin untuk sementara si donor dan resipien dapat hidup, masing-masing dengan
satu ginjal tetapi jika ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sukar untuk
ditolong kembali. Jadi sama halnya, menghilangkan suatu penyakit(dari resipien)
cara membuat penyakit baru bagi donor. Sesuai dengan kaidah Islam yaitu bahaya
(kemudaratan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudaratan) lainnya, atau
menghindari kerusakan, didahulukan atas menarik kemaslahatan.
- Donor dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal
segera;
Kemudian bagaimana halnya dengan
orang yang masih hidup, tetapi sudah dalam keadaan koma (tidak sadar), apakah
boleh organ tubuhnya diangkat atau diambil dan kemudian diberikan kepada orang
lain?
Menurut
penulis, selama orang tersebut masih hidup, tidak boleh organ tubuhnya diambil,
karena hal itu berarti, kematiannya, dan berarti juga mendahulukan kehendak
Allah, walaupun menurut perkiraan dokter, orang itu akan segera meninggal.
Mengambil organ tubuhnya boleh dikatakan sama dengan menyuntik orang itu supaya
cepat meninggal. Disamping mendahului Allah, juga tidak etis memperlakukan
orang yang sedang koma, dengan mempercepat kematiannya. Selama orang masih ada
nyawanya, orang yang sehat wajib berikhtiar untuk menyembuhkan orang yang
sedang koma tersebut. Sebab berdasarkan kenyataan ada beberapa orang yang
sembuh kembali, walaupun secara medis sudah dinyatakan tidak ada harapan untuk
hidup.
C. Donor Orang yang Sudah
Meninggal.
Adapun
donor (mata, ginjal dan jantung) yang berasal dari orang yang sudah meninggal
menurut penulis, tidak menyalahi ketentuan Islam, dengan alasan:
1.
Alangkah baik dan terpujinya, bila organ
tubuh tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang sangat memerlukannya,
dari pada rusak begitu saja sesudah mayat tersebut dikuburkan.
2.
Tindakan kemanusiaan sangat dihargai oleh
agama Islam, sebagaimana firman-Nya menghilangkan penderitaan orang lain, baik
sakit jantung, ginjal maupun buta,
ô`tBur…… $yd$uômr& !$uK¯Rr'x6sù $uômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ …….
…………………dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya……………(Al- Maidah: 32)
3.
Menghilangkan penderitaan orang lain, baik
sakit jantung, ginjal maupun buta, dianjurkan dalam Islam, dengan cara
pengobatan ataupun pencangkokan organ tubuh sesuai dengan kaidah hukum Islam
yaitu bahaya (kemudaratan) itu dihilangkan.
Akal
sehat pun sebenarnya mengakui dan mendukung alasan-alasan diatas, sebab
penyembuhan orang yang sedang sakit itu ditempuh dengan cara mengambil organ
tubuh dari orang yang sudah meninggal yang tidak memerlukan lagi organ
tersebut.
Meskipun
dilihat dari kemaslahatan, pencangkokan organa tubuh itu dibenarkan, tetapi
perlu diperhatikan segi lain, yaitu izin dari keluarga orang yang sudah
meninggal tadi, supaya tidak timbul fitnah dikemudian hari dan memojokan orang
tertentu seperti dokter dan pihak-pihak lain dengan tuduhan memperjual belikan
organ tubuh. Selain izin dari keluarga orang yang sudah meninggal, dapat juga
berbentuk wasiat dari donor selagi dia masih hidup, dan wasiat itu wajib
ditunaikan.
Dengan
pencangkokan organ tubuh mayat, penulis berpendapat sebagaimana telah
dikemukakan di atas, yaitu diperbolehkan dengan persyaratan-persyaratan
tertentu. Namun, ada juga di antara ulama yang mengharamkannya karena berpegang
pada ayat:
70. Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, ……(al-Isra’ : 70)
Juga berpegang pada hadits Rasulullah yang
artinya sebagai berikut:
“sesungguhnya
memecahkan tulang mayat, sama dengan memecahkan tulangnya sewaktu hidup” (HR.
Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Menurut
penulis, perbuatan itu haram hukumnya, apabila ada unsur merusak mayat sebagai
penghinaan kepadanya. Sedangkan pencangkokan organ tubuh adalah untuk
kemaslahatan, membantu orang lain dan tidak ada sedikitpun unsur penghinaan.
Kemudian
ada lagi persoalan lain yang dipertanyakan yaitu mengenai donor dan resipien
yang berlainan agama dan organ tubuh yang dicangkokkan itu berasal dari hewan
yang diharamkan seperti babi.
Kekhawatiran
orang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang yang berlainan agama ataupun
kepada orang yang berbuat maksiat, memang cukup beralasan. Sebab, bila resipien
dapat tertolong dengan organ tubuh itu, berarti perbuatan maksiatnya akan
berkelanjutan. Menolong orang yang berlainan agama juga demikian. Orang yang
selama ini buta, tetapi karena dia menerima atau kemudian ia akan melihat yang
maksiat. Dosa-dosa inilah dikhawatirkan akan dipikul oleh para resipien.
Kekhawatiran itu terjawab oleh ayat-ayat
berikut, Allah:
39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,
40. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan
diperlihat (kepadanya).
41. Kemudian akan diberi Balasan kepadanya
dengan Balasan yang paling sempurna,
(QS.An-Najm: 39-41)
Allah berfirman:
38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain,(QS.An-Najm:38)
Berdasarkan
ayat-ayat tersebut di atas, bahwa seseorang akan mendapat balasan sesuai dengan
amalnya didunia. Demikian juga, dosa orang lain pun tidak menjadi tanggung
jawabnya.
Disamping
itu hendaknya diingat pula, bahwa yang salah bukanlah organ tubuh itu, tetapi
pusat pengendali, yaitu pusat urat saraf.
Jadi, mengenai pencangkokan organ tubuh,
tidak usah kita mempersoalkan para pendonor dan resipiennya, karena tujuannya
untuk kemanusiaan dan dilakukan dalam keadaan darurat. Sama halnya seperti
tranfusi darah, tidak dipersoalkan donor dan resipiennya.
Adapun
mengenai organ tubuh binatang yang diharamkan yang dicangkok kepada manusia,
ada dua pendapat, yaitu haram dan tidak haram dalam keadaan darurat.
Hukumnya
halal (mubah), karena darurat dan tidak ada jalan lain lagi, yang dapat
ditempuh, selain dengan kaidah hukum Islam:
“(keadaan)darurat
itu diperbolehkan (hal-hal) yang dilarang.
Berdasarkan
uraian diatas, barangkali sudah dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan sikap, bagi orang yang menjadi donor dan resipien(penerima) mengenai
pencangkokan (transplantasi) organ tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar