Rabu, 12 April 2017

HUKUM TRANSPLATASI ORGAN TUBUH

HUKUM TRANSPLATASI ORGAN TUBUH
BAB II
PEMBAHASAN
            Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik. Pencangkokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada saat ini adalah: mata, ginjal, dan jantung, karena ketiga organ tubuh tersebut  sangat penting fungsinya untuk manusia, terutama sekali ginjal dan jantung. Bahkan saat ini juga, ada upaya untuk memberikan organ tubuh selain dari tiga organ tubuh tadi.
            Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang menerima disebut repisien.
            Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya. Ditinjau dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:
A.    Donor Orang yang Masih Hidup
            Orang yang masih hidup sehat, ada juga yang mau menyumbangkan  organ tubuhnya kepada orang yang memerlukan, umpamanya karena hubungan keluarga. Si kakak tidak tega melihat adiknya karena ginjalnya tidak berfungsi lagi dan tipis harapan untuk sembuh dengan cara pengobatan. Atau misalnya ada orang yang mau mengorbankan organ tubuhnya, dengan harapan ada imbalan dari orang yang memerlukan, semua itu dilakukan karena dihimpit kebutuhan hidup.
            Dalam melakukan transplantasi harus ada hal-hal yang perlu diperhatikan, karena jika tidak hati-hati bisa berbahaya bagi donor maupun resipien (penerima).
Pertama yang perlu diperhatikan, adalah kecocokan organ tubuh antara donor dan resipien. Percuma saja diangkat dari donor tetapi tidak cocok untuk resipien dan bila dikembalikan lagi, belum tentu fungsinya sama seperti semula.
Kedua, perlu diperhatikan pula kesehatan si donor, baik sebelum diangkat organ tubuhnya maupun sesudahnya. Keinginan menolong orang lain merupakan perbuatan yang terpuji, tetapi jangan sampai mencelakakan diri sendiri. Berkenaan dengan hal ini Allah memberikan petunjuk dengan firmannyA  
195., ….dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, …(al-Baqarah: 195)
            Ayat diatas mengingatkan manusia, jangan terlalu gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, apalagi sesuatu perbuaatan yang banyak menanggung resiko. Umpamanya, seseorang ingin memberikan ginjalnya  karena alasan-alasan  telah disebutkan di atas. Mungkin untuk sementara si donor dan resipien dapat hidup, masing-masing dengan satu ginjal tetapi jika ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sukar untuk ditolong kembali. Jadi sama halnya, menghilangkan suatu penyakit(dari resipien) cara membuat penyakit baru bagi donor. Sesuai dengan kaidah Islam yaitu bahaya (kemudaratan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudaratan) lainnya, atau menghindari kerusakan, didahulukan atas menarik kemaslahatan.
  1. Donor dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal segera;
            Kemudian bagaimana halnya dengan orang yang masih hidup, tetapi sudah dalam keadaan koma (tidak sadar), apakah boleh organ tubuhnya diangkat atau diambil dan kemudian diberikan kepada orang lain?
            Menurut penulis, selama orang tersebut masih hidup, tidak boleh organ tubuhnya diambil, karena hal itu berarti, kematiannya, dan berarti juga mendahulukan kehendak Allah, walaupun menurut perkiraan dokter, orang itu akan segera meninggal. Mengambil organ tubuhnya boleh dikatakan sama dengan menyuntik orang itu supaya cepat meninggal. Disamping mendahului Allah, juga tidak etis memperlakukan orang yang sedang koma, dengan mempercepat kematiannya. Selama orang masih ada nyawanya, orang yang sehat wajib berikhtiar untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut. Sebab berdasarkan kenyataan ada beberapa orang yang sembuh kembali, walaupun secara medis sudah dinyatakan tidak ada harapan untuk hidup.
C.     Donor Orang yang Sudah Meninggal.
            Adapun donor (mata, ginjal dan jantung) yang berasal dari orang yang sudah meninggal menurut penulis, tidak menyalahi ketentuan Islam, dengan alasan:
1.      Alangkah baik dan terpujinya, bila organ tubuh tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang sangat memerlukannya, dari pada rusak begitu saja sesudah mayat tersebut dikuburkan.
2.      Tindakan kemanusiaan sangat dihargai oleh agama Islam, sebagaimana firman-Nya menghilangkan penderitaan orang lain, baik sakit jantung, ginjal maupun buta,
                                                                                                                                                  
ô`tBur…… $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ …….
…………………dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya……………(Al- Maidah: 32)
3.      Menghilangkan penderitaan orang lain, baik sakit jantung, ginjal maupun buta, dianjurkan dalam Islam, dengan cara pengobatan ataupun pencangkokan organ tubuh sesuai dengan kaidah hukum Islam yaitu bahaya (kemudaratan) itu dihilangkan.
            Akal sehat pun sebenarnya mengakui dan mendukung alasan-alasan diatas, sebab penyembuhan orang yang sedang sakit itu ditempuh dengan cara mengambil organ tubuh dari orang yang sudah meninggal yang tidak memerlukan lagi organ tersebut.
            Meskipun dilihat dari kemaslahatan, pencangkokan organa tubuh itu dibenarkan, tetapi perlu diperhatikan segi lain, yaitu izin dari keluarga orang yang sudah meninggal tadi, supaya tidak timbul fitnah dikemudian hari dan memojokan orang tertentu seperti dokter dan pihak-pihak lain dengan tuduhan memperjual belikan organ tubuh. Selain izin dari keluarga orang yang sudah meninggal, dapat juga berbentuk wasiat dari donor selagi dia masih hidup, dan wasiat itu wajib ditunaikan.
            Dengan pencangkokan organ tubuh mayat, penulis berpendapat sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu diperbolehkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Namun, ada juga di antara ulama yang mengharamkannya karena berpegang pada  ayat:

70. Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, ……(al-Isra’ : 70)
Juga berpegang pada hadits Rasulullah yang artinya sebagai berikut:
sesungguhnya memecahkan tulang mayat, sama dengan memecahkan tulangnya sewaktu hidup” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
            Menurut penulis, perbuatan itu haram hukumnya, apabila ada unsur merusak mayat sebagai penghinaan kepadanya. Sedangkan pencangkokan organ tubuh adalah untuk kemaslahatan, membantu orang lain dan tidak ada sedikitpun unsur penghinaan.
            Kemudian ada lagi persoalan lain yang dipertanyakan yaitu mengenai donor dan resipien yang berlainan agama dan organ tubuh yang dicangkokkan itu berasal dari hewan yang diharamkan seperti babi.
            Kekhawatiran orang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang yang berlainan agama ataupun kepada orang yang berbuat maksiat, memang cukup beralasan. Sebab, bila resipien dapat tertolong dengan organ tubuh itu, berarti perbuatan maksiatnya akan berkelanjutan. Menolong orang yang berlainan agama juga demikian. Orang yang selama ini buta, tetapi karena dia menerima atau kemudian ia akan melihat yang maksiat. Dosa-dosa inilah dikhawatirkan akan dipikul oleh para resipien.
Kekhawatiran itu terjawab oleh ayat-ayat berikut, Allah:
   
39. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya,
40. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).
41. Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling sempurna,
(QS.An-Najm: 39-41)
Allah berfirman:

38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,(QS.An-Najm:38)
            Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, bahwa seseorang akan mendapat balasan sesuai dengan amalnya didunia. Demikian juga, dosa orang lain pun tidak menjadi tanggung jawabnya.
            Disamping itu hendaknya diingat pula, bahwa yang salah bukanlah organ tubuh itu, tetapi pusat pengendali, yaitu pusat urat saraf.
Jadi, mengenai pencangkokan organ tubuh, tidak usah kita mempersoalkan para pendonor dan resipiennya, karena tujuannya untuk kemanusiaan dan dilakukan dalam keadaan darurat. Sama halnya seperti tranfusi darah, tidak dipersoalkan donor dan resipiennya.
            Adapun mengenai organ tubuh binatang yang diharamkan yang dicangkok kepada manusia, ada dua pendapat, yaitu haram dan tidak haram dalam keadaan darurat.
            Hukumnya halal (mubah), karena darurat dan tidak ada jalan lain lagi, yang dapat ditempuh, selain dengan kaidah hukum Islam:
(keadaan)darurat itu diperbolehkan (hal-hal) yang dilarang.
            Berdasarkan uraian diatas, barangkali sudah dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan sikap, bagi orang yang menjadi donor dan resipien(penerima) mengenai pencangkokan (transplantasi) organ tubuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Anak dalam Perspektif Al Qur'an

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Anak dalam perspektif Islam merupakan rahmat dari Allah yang diberikan kepada orang tua, d...