FILOSOF MUSLIM UMAIYAH
ANDALUSIA
PENDAHULUAN
Berfilsafat
adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul di
dunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Diantara filsafat yang pernah
berkembang selain filsafat Yunani adalah filsafat Persia, Cina, India, dan
filsafat Islam.
Filsafat Islam, sebagaimana sejarah muslim umumnya, telah
melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad 1 H / 7
M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah tahap keguncangan selama setengah
abad. Tahap ketiga merentang dari abad ke-4/14 hingga abad ke 12/18. Tahap
keempat adalah tahap yang paling menyedihkan, berlangsung sampai setengah abad,
inilah zaman kegelapan Islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke
13/19, yang merupakan periode renaisans modern.
IBNU
BAJJAH
Nama
asli Ibnu Bajjah adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya al-Sha’igh. Di dunia Barat
terkenal dengan sebutan Avempace. Dia berasal dari keluarga Al Tujib sehingga
terkenal dengan sebutan Al Tujibi. Lahir pada abad 11 M atau abad V H, di kota
Saragossa hingga besar.[1]
Ajaran
Filsafatnya
Ibnu
Bajjah adalah ahli yang menyandarkan pada teori dan praktik ilmu-ilmu
matematika, astronomi, musik, mahir ilmu pengobatan dan studi-studi spekulatif
seperti logika, filsafat alam dan metafisika.
Ibnu
Bajjah menyandarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya Al-Farabi, dan dia
telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Dan dia telah
menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti
Al-Farabi,dia berurusan dengan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata.
Dia mengagumi filsafat Aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya
sendiri. Tapi, dia berkata, untuk memahami lebih dulu filsafatnya secara benar.
Itulah sebabnya Ibnu Bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karyanya
Aristoteles. Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas bahwa dia mempelajari
teks-teks karya Aristoteles dengan sangat teliti. Seperti juga dalam filsafat
Aristoteles, Ibnu Bajjah mendasarkan metafisika dan psikologinya pada fisika,
dan itulah sebabnya mengapa tulisan-tulisannya penuh dengan wacana-wacana
mengenai fisika.[2]
Epistemologi
Manusia
mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan
pertumbuhan kekuasaan insaniah, bila ia telah bersih dari kerendahan dan
keburukan masyarakat. Pengetahuan yang didapatkan lewat akal, akan membangun
kepribadian seseorang. Akal mendapatkan obyek-obyek pengetahuan yang disebut
hal-hal yang dapat diserap dari unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah obyek
pengetahuan lain kepeda unsur imajinatif. Menurut Ibnu Bajjah akal memiliki dua
fungsi yaitu memberikan imaji obyek yang akan diciptakan kepada unsur imajinasi
dan memiliki obyek yang dibuat di luar ruh dengan menggerakkan organ-organ
tubuh.
Metafisika
Menurut
Ibnu Bajjah segala yang wujud terbagi dua bergerak dan tidak bergerak. Yang
bergerak itu materi yang sifatnya terbatas dan sebab gerakannya berasal dari
kekuatan yang tidak terbatas, yaitu akal. Untuk mencapai kedekatan dengan
Tuhan, Ibnu Bajjah menganjurkan untuk melakukan 3 hal : (1) membuat lidah
selalu mengingat Tuhan. (2) membuat organ-organ tubuh kita bertindak sesuai
dengan wawasan hati. (3) menghindari segala yang membuat kita lalai mengingat
Tuhan.
Jiwa
Jiwa
dianggap sebagai pernyataan dalam tubuh alamiah dan teratur yang bersifat
nutritif (mengandung zat-zat untuk badan), sensitif (kepekaan), dan imajinatif
(rasional). Jiwa yang berhasrat itu terdiri dari 3 unsur, yaitu : hasrat
imajinatif, hasrat menengah, dan hasrat berbicara.
Politik
Dia
menerima pendapat al-Farabi yang membagi negara menjadi negara sempurna dan
negara tidak sempurna. Tapi Ibnu Bajjah memberikan tambahan bahwasannya seorang
mutawahhid sekalipun, harus senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Tetapi
hendaklah seseorang mampu menguasai diri dan sanggup mengendalikan hawa nafsu,
tidak terseret ke dalam arus perbuatan rendah masyarakat. Dalam Risalah
al-Wada’ Ibnu Bajjah memberikan dua fungsi alternatif negara: (1) untuk menilai
perbuatan rakyat guna membimbing mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan
(2) merancang cara-cara mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam sistem al-Farabi
dan Ibnu Bajjah, konstitusi harus disusun oleh Kepala Negara.
Tasawuf
Ibnu
Bajjah mengagumi al-Ghazali dan menyatakan bahwa metode al-Ghazali memampukan
orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, dan bahwa metode ini didasarkan
pada ajaran-ajaran Nabi suci. Sang Sufi menerima cahaya di dalam hatinya. Ibnu
Bajjah menjunjung tinggi para wali Allah (Auliya’ Allah) dan menempatkan mereka
di bawah para Nabi. Menurutnya, sebagian orang dikuasai oleh keinginan jasmaniyah
belaka, mereka berada di tingkat paling bawah, dan sebagian lagi dikuasai oleh
spiritualitas, kelompok ini sangat langka.[3]
IBNU
TUFAIL
Nama
lengkapnya ialah Abu Bakar Muhammad ibn ‘Abd Al Malik ibn Muhammad ibn Muhammad
Tufail, dalam tulisan latin, Abubacer. Ia adalah pemuka pertama dalam pemikiran
filosof Muwahhid yang berasal dari Spanyol. Ibnu Tufail lahir pada abad VI
H/XIII M di kota Guadix, Propinsi Granada. Keturunan Ibnu Tufail termasuk
keluarga suku Arab yang terkemuka, yaitu suku Qais.[4]
Pemikiran-pemikiran
Ibnu Tufail
Beberapa pemikiran/pendapat Ibnu
Thufail, yaitu:
1. Ada dua jalan untuk mengenal Tuhan, yaitu dengan jalan akal
atau dengan jalan syariat. Kedua jalan tidaklah bertentangan, karena akhir
daripada filsafat adalah mengenai Allah (marifatullah).
Di dalam roman filsafatnya yang
menarik itu Ibnu Thufail menggambarkan kepada manusia bahwa kepercayaan kepada
Allah adalah satu bagian dari fitrah manusia yang tidak dapat disangkal dan
bahwa akal yang sehat dengan memperhatikan dan merenungkan alam sekitarnya
tentu akan sampai kepada Tuhan.
1. Sifat Allah itu pada dua kelompok :
Ø
Sifat-sifat
yang menetapkan wujud Zat Allah, ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat-sifat ini
adalah Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-qudama (berbilangnya
yang qadim) sebagaimana paham mu’tazilah.
Ø
Sifat
salab, yakni sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari Zat Allah. Dengan
demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.
2. Filsafat dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal
tidak bertentangan dengan Wahyu. Allah tidak hanya dapat diketahui dengan
Wahyu, tetapi juga dapat diketahui dengan akal.
Agama penuh
dengan perbandingan, persamaan dan persepsi-persepsi antropomorfosis, sehingga
cukup mudah dipahami oleh orang banyak. Filsafat merupakan bagian dari
kebenaran esoteris, yang menafsirkan lambang-lambang agama agar diperoleh
pengertian-pengertian yang hakiki.
Walaupun Ibnu
Thufail menyadari tingkatan akal manusia itu berbeda-beda Roman Hayy Ibn
Yaqzhan : “Hayy pun menjadi tahu akan tingkatan-tingkatan manusia. Ia dapati”
tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka
(masing-masing). “mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai Ilah mereka. Dan
mereka sama halnya seperti hewan yang tak berpikir.
-
Qadimnya
dunia (bumi dan alam semesta alam), hal ini bertolak belakang dengan pendapat
Al-Ghazali.[5]
Ulasan
terhadap Ibnu Tufail
Pertama
kali Ibnu Tufail dikatakan orang berada di suatu tingkat yang ajaib dalam
ilmunya, yakni berada dalam tingkat mistik yang penuh kegembiraan. Beberapa
orang menganggapnya sebagai orang panteis, orang yang menganggap tidak ada beda
lagi antara dirinya dengan Tuhan. Anggapan ini ternyata salah. Dia sebenarnya
hanya seperti juga Al Ghazali, merasa telah mencapai tingkat makrifat yang tinggi
seperti katanya : “Terjadilah sesuatu yang tak akan ku sebutkan. Akan tetapi
sangkalah dia sebagai suatu kebaikan juga, dan jangan tanya tentang beritanya.”
Banyak sahabat Ibnu Tufail yang bagaimana penglihatan
orang yang telah mencapai tingkatan itu. Akan tetapi, dalam bukunya ternyata
Ibnu Tufail tidak menerangkan tentang itu. Diduga ia, seperti filosof-filosof
lain sebelumnya, tidak dapat menceritakan karena miskinnya perbendaharaan kata
manusia itu.[6]
IBNU
RUSYD
Nama
lengkapnya adalah Abu Al Wahid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Rusyd. Lahir
di kota Cordova pada tahun 1126 M / 520 H. Ia keturunan dari keluarga yang ahli
dalam ilmu fiqh. Ibnu Rusyd mempelajari Al-Qur’an beserta penafsirannya, hadits
Nabi, ilmu fiqh, bahasa dan sastra Arab. Metode belajarnya secara lisan dari
seorang ahli. Ibnu Rusyd merevisi buku Malikiyah, Al Muwatha dipelajari bersama
ayahnya Abu Al Qasim, dan dapat dihafalnya. Di samping itu, dia mempelajari
matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat dan ilmu pengobatan.[7]
Filsafat
Ajarannya :
Pencarian
Tuhan
Pembahasan
filsafat berkisar tentang wujud Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan-Nya dengan
alam. Ibnu Rusyd membagi syariat kepada dua, yaitu arti lahir dan arti yang
ditakwilkan. Arti lahir adalah untuk orang banyak, sedangkan arti yang
ditakwilkan adalah bagian orang-orang pandai. Dalam Manahij Al-Adillah, ia
meneliti kaidah-kaidah lahir yang dimaksudkan oleh syara’ untuk dipegangi oleh
kebanyakan orang, karena mereka mengalami kebingungan dan timbullah kerenanya
golongan-golongan yang sesat serta menyesatkan. Setelah itu, dalam Tahafit
At-Tahafut ia mempertahankan filsafat dari serangan Al-Ghazali, terutama
mengenai soal-soal Ketuhanan.
Setelah
Ibnu Rusyd meneliti berbagai golongan yang timbul dalam Islam, menurut pendapatnya,
yang paling terkenal ada empat, yaitu Asy’ariyah, Mu’tazilah, Batiniah, dan
Hasywiah. Masing-masing golongan mempunyai kepercayaan yang berlainan tentang
Tuhan, dan banyak memindahkan kata-kata syara dari arti lahirnya kepada
takwilan-takwilan yang disesuaikan dengan kepercayaannya, kemudian mereka
mengira bahwa kepercayaannya itulah yang merupakan syariat yang harus dianut
oleh semua orang, dan barang siapa yang menyimpang daripadanya berarti kafir
atau sekurang-kurangnya telah menjadi bid’ah. Sebab, terjadinya keadaan
tersebut ialah karena mereka sudah menyimpang dari maksud syara dan tidak dapat
memahaminya.
Tentang
Al-Ghazali, menurut Ibnu Rusyd, ia telah mengikisi bukunya Tahafut Al-Falasifah
dengan pikiran-pikiran Sofistis, dan kata-katanya tidak sampai pada tingkat
keyakinan serta tidak mencerminkan hasil pemahamannya terhadap filsafat itu
sendiri. Pembicaraan Al-Ghazali terhadap pikiran-pikiran filosof-filosof dengan
cara demikian, tidak pantas baginya, sebab tidak lepas dari satu dari dua hal.
Pertama, ia sebenarnya memahami pikiran-pikiran tersebut, tetapi tidak
disebutkan di sini secara benar-benar dan ini adalah perbuatan orang-orang
buruk. Kedua, ia memang tidak memahami benar-benar, dan dengan demikian, ia
membicarakan sesuatu yang tidak dikuasainya, dan ini adalah perbuatan
orang-orang bodoh.[8]
Terhadap
golongan tasawuf, maka menurut Ibnu Rusyd bahwa cara penelitian mereka bukan
pemikiran, yakni yang terdiri atas dasar-dasar pemikiran atau premis-premis dan
kesimpulan, karena mereka mengira bahwa pengetahuan tentang Tuhan dan
wujud-wujud lain diterima oleh jiwa ketika sudah terlepas dari
hambatan-hambatan kebendaan dan ketika pikirannya tertuju kepada perkara yang
dicarinya. Cara tersebut menurut Ibnu Rusyd bukanlah cara kebanyakan orang
sebagai orang, yakni sebagai makhluk yang mempunyai pikiran dan diserukan
memakai pemikirannya. Selain itu jalan tersebut menyalahi syara’ yang
menyerukan pemakaian akal pikiran. Nampak sekali argumen-argumen Ibnu Rusyd
yang bersifat filosofis itu beraliran rasionalisme ia telah mengagungkan
kemampuan akal pikiran dan ia menganggapnya sebagai dasar dari pengetahuan juga
sebagai dasar dari wujud.[9]
Wujud
Tuhan
Dalam
Fashl Al Maqal Ibnu Rusyd menyatakan, bahwa mengenal pencipta itu hanya mungkin
dengan mempelajari ajaran wujud yang diciptakan-Nya, untuk dijadikan petunjuk
bagi adanya pencipta itu. Allah memberikan dua dalil dalam kitab-kitabnya, yang
diringkas oleh Ibnu Rusyd sebagai dalil ‘inayah dan dalil cipta atau ikhtira’,
ayat-ayat yang mewujudkan dalil ‘ikhtira’ adalah seperti : “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak
dapat menciptakan seekor lalatpun, walau mereka bersatu untuk menciptakannya”.[10]
Dan ayat-ayat yang mewujudkan dalil inayah adalah seperti : “Bukankah kami telah menjadikan bumi itu
sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak”.[11]
Kedua
dalil tersebut sesuai untuk orang-orang awam dan filosuf, dan bisa diterima
oleh keduanya. Perbedaan antara keduanya hanya bersifat kualitatif saja, yakni
filosuf mempunyai kelebihan atas orang awam tentang jumlah perkara yang
diketahuinya. Kalau orang awam hanya mencukupkan dengan pengetahuan pertama
dari indera-indera untuk membuktikan adanya ‘inayah dan ikhtira’ dari Tuhan, maka
filosuf menambahkan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari
pembuktian pikiran yang meyakinkan (burhan).[12]
Bangunan
alam
Para
filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah yang paling sempurna,
sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling Afdol. Gerak inilah yang
kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka jisim-jisim samawi memiliki
bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini bergerak melingkar, maka alam semesta ini
merupakan sesuatu planit yang bergerak melingkar.Dan planit ini hanya satu
saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah alam falak itu saling mengisi.
Jadi alam ini
terdiri dari jisim-jisim samawi yang tunggal dan benda-benda bumi yang terdiri
dari percampuran emoat anasir melalui falak-falak. Dari percampuran ini
timbulah benda-benda padat, tumbuhan hewan, dan akhirnya manusia.
Manusia
Dalam masalah
manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi bagian dari
alam, manusia terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad adalah materi
dan jiwa adalah forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi
jiwa sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut
sebagai kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain
yangmerupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan.
Sedangkan disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang terdiri dari
anggota-anggota. Untuk menjelaskan kesempurnaan jiwa tersebut, Ibnu Rusyd
mengkaji jenis-jenis jiwa yang menurutnya ada lima: (1) Jiwa Nabati, (2) Jiwa
perasa, (3) Jiwa khayal, (4) Jiwa berfikir, (5) Jiwa kecendrungan.
Kenabian
dan Mu’jizat
Allah
menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti
bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan
tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal
yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam hal yang
pertama, rasul itu memberitahukan jenis-jenis ilmu dan berbagai amal perbuatan
yang tidak lazim diketahui oleh manusia. Suatu hal yang diluar kebiasaan
pengetahuan manusia, sehingga ia tidak dapat mengetahuinya adalah bukti bahwa
orang yang membawanya adalah rasul yang menerima wahyu dari Allah, bukan dari
dirinya.
Ringkasnya
Ibnu Rusyd membedakan dua jenis mukjizat: mukjizat ekstern yang tidak sejalan
dengan sifat dan tugas kerasulan, seperti menyembuhkan penyakit, membelah bulan
dan sebagainya. Dan mukjizat intern yang sejalan dangan sifat dan tugas
kerasulan yang membawa syariat untuk kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat
yangpertama yang berfungsi sebagai penguat sebagai kerasulan. Sedangkan yang
kedua sebagai bukti yang kuat tentang kerasulan yang hakiki dan merupakan jalan
keimanan bagi para ulama dan orang awamsesuai dengan kesanggupan akal
masing-masing.
Politik
dan Akhlak
Seperti yang
telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social, manusia
perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan kepala
pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya dalam
dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi . pemerintahan islam
pada awalnya menurut Ibnu rusyd adalah sangat sesuai dengan teorinya tentang
revublik utama, sehingga ia mengecam khalifah muawwiyah yang mengalihkan
pemerintahan menjadi otoriter.
Dalam
pelaksanaan kekuasaan hendaknya selalu berpijak pada keadilan yang merupakan
sendinya yang esensial. Hal ini karena adil itu adalah produk ma;rifat,
sedangkan kezaliman adalah produk kejahilan.
Ibnu Rusyd
mengatakan bahwa dalam Negara utama orang tidak memerlukan lagi kepada hakim
dan dokter karena segala sesuatu berjalan secara seimbang, tidak lebih dan
tidak berrkurang.hal ini karena keutamaan itu sendiri mengandung dalam dirinya
keharusan menghormati hak orang lain dan melakukan kewajiban.
Khusus tentang wanita ,
Ibnu rusyd sangat membela kedudukannya yang sangat penting dalam Negara. Pada
hakikatnya, anita tidak berbeda dengan pria pada watak dan daya kekuatan. Dan
jikapun ada, maka itu hanya ada pada kuantitas daya dan pada beberapa bidang
saja. Dan jika dalam kerja, ia dibawa tingkat pria, tetapi iamelebihinya dalam
bidang seni, seperti music. Menurut Ibnu Rusyd, masyarakat islam tidak akan
maju, selama tidak membebaskan wanita dari berbagai ikatan dan kekangan yang
membelenggu kebebasannya.[13]
DAFTAR PUSTAKA
·
Mustofa,
H.A. Filsafat Islam Untuk Fakultas Tarbiyah,
Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka Setia, 1997.
·
Abdul
Hakim, Atang, M.A. Drs. Dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia :
Bandung. 2008.
[1] Mustofa, H.A. Filsafat Islam
Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka
Setia, 1997. Halaman 255.
[2] Ibid., halaman 258-259.
[3] Didapat dari : http://elfalasy88.wordpress.com/2008/08/21/ibn-bajjah/ pada 20.20 WIB, 19 Juni 2011.
[4] Mustofa, H.A. Filsafat Islam
Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka
Setia, 1997. Halaman 271.
[5] Didapat dari : http://baktiraharjo.wordpress.com/48/
pada 20.24 WIB, 19 Juni 2011.
[6] Mustofa, H.A. Filsafat Islam
Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka
Setia, 1997. Halaman 282.
[7] Ibid., halaman 184.
[8] Abdul Hakim, Atang, M.A. Drs. Dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum dari Mitologi sampai
Teofilosofi. Pustaka Setia : Bandung. 2008. Halaman 507-508.
[9] Mustofa, H.A. Filsafat Islam
Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka
Setia, 1997. Halaman 291.
[10] QS. Al-Hajj : 73
[11] QS. An-Naba’ :6-7
[12] Mustofa, H.A. Filsafat Islam
Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, dan Ushuluddin Komponen MKDK. Pustaka Setia,
1997. Halaman 291-292.
[13] Didapat dari
http://mickeydza90.blogspot.com/2009/05/pemikiran-filsafat-ibnu-rusyd.html pada
20.29 WIB, 19 Juli 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar